SALAH satu tujuan terutama kedatangan Islam di bumi merupakan menciptakan rahmatan lil‘ alamin( belas kasihan untuk sarwa alam). Wa mā arsalnāka illā rahmatan lil‘ālamīn( angkatan laut(AL) Anbiya 107),“ Serta tiadalah Kita mengutus kalian, melainkan buat( jadi) belas kasihan untuk sarwa alam.” Walaupun perkataan ini jadi jargon serta motto dari kenabian Muhammad, tetapi yang kerap terjalin belum lama ini malah kerap kebalikannya.
Sangat tidak, semenjak insiden 9 atau 11 ataupun pengeboman World Trade Center( WTC) 2001, Islam kerap diidentikkan dengan radikalisme serta terorisme. Islam semacam jadi persamaan kata(sinonim) dari kekerasan serta kebengisan. Beberapa pemeluk Islam ditatap anti kedamaian, senang memusuhi mereka yang berlainan, hobi melaksanakan pembedaan kepada pengikut agama lain yang minoritas, tidak lapang dada, serta bermacam merek minus lain.
Tidak hanya tuduhan- tuduhan minus di atas, ternyata kedatangan Islam itu bawa belas kasihan, beliau apalagi dituduh tidak dapat membagikan gagasan pada pengikutnya buat hidup bersih dari penggelapan, mempunyai etos kegiatan besar, serta bawa keselamatan. Kritik yang terakhir ini nyatanya tidak cuma tertuju pada Islam, tetapi pula agama- agama lain.
Dalam novel 11 Kenyataan Masa Google: Beranjaknya Uraian Agama dari Bukti Telak Mengarah Kekayaan Kultural Kepunyaan Bersama( 2021), Denny JA menggelikan agama dogma kita dengan membuktikan kalau terdapat hubungan yang seolah minus antara keselamatan, keceriaan, dan penggelapan dengan agama mengenai berartinya kedudukan agama. Ternyata membagikan keselamatan serta keceriaan, malah di negara- negara yang kedudukan agamanya berkuasa, korupsinya amat besar.
Keceriaan serta keselamatan lebih banyak terjalin di negara- negara yang beriktikad kalau agama tidak lagi berarti dalam kehidupan. Indikator mengenai keceriaan, keselamatan, serta penggelapan itu seolah membuktikan kalau agama sudah kehabisan elan vital ataupun kedudukan nubuwwah- nya.
Beralasan World Happiness Index, negeri yang indikator kebahagiaannya besar pada biasanya malah tingkat berkeyakinan masyarakatnya kecil. Kebalikannya, negeri yang sukses membuat warganya senang merupakan negara- negara yang penduduknya tidak lagi menyangka berarti agama dalam kehidupan mereka.
Setelah itu, negara- negara yang tingkatan keagamaannya besar beralasan Religiosity Index, malah pemerintahannya mengarah korup( bersumber pada The Corruption Perception Index). Serta di negeri yang pembangunan manusianya besar( Human Development Index), tingkatan berkeyakinan masyarakatnya malah kebalikannya.
Pertanyaannya, apakah memanglah terdapat hubungan minus antara keselamatan, keceriaan, kesehatan, dan penggelapan dengan agama mengenai berartinya kedudukan agama?
Bila kabar di atas disandingkan dengan indikator ataupun informasi survei mengenai akibat agama dalam aksi cinta kasih– seperti salah satu prinsip yang disarikannya dari agama- agama, ialah power of giving— agaknya dapat kurangi agama terdapatnya hubungan negative antara agama serta keselamatan serta memantapkan alasan kalau agama mempunyai angka positif di warga. Begitu pula, semacam ditulis Robert Hefner dalam Civil Islam( 2000), bila kedudukan ormas Islam dalam balancing democracy di Indonesia diikutkan, hingga arti agama dalam warga kontemporer hendak nampak lebih kuat lagi.
Data- data di atas pula berlawanan dengan penemuan Max Weber dalam bukunya The Protestant Ethic and the Antusiasme of Capitalism. Dengan memandang permasalahan Calvinisme di Amerika Sindikat, Weber membuktikan kalau agama sanggup jadi kunci dibalik keberhasilan serta keahlian mengakumulasi harta. Agama pula yang membuat warga jadi patuh, hidup simpel, serta berhasil di bumi.
Nah, apa kaitannya dengan berkeyakinan arti? Berkeyakinan arti itu mau membuktikan serta menggali potensi- potensi faedah, kemanfaatan, serta keselamatan yang dapat didatangkan oleh agama, tercantum yang terpaut dengan ekonomi. Salah satunya merupakan kebaikan hati ataupun cinta kasih keimanan. Indonesia, misalnya, ialah salah satu negeri sangat ikhlas hati di bumi serta itu banyak dimotivasi oleh aspek agama.
Berkeyakinan arti mau menguatkan agama pada bagian ataupun potensi- potensi positifnya. Ini merupakan rival dari memandang agama selaku pangkal bentrokan, berpotensi membuat orang jadi radikalis ataupun radikalis, memusuhi serta melawan mereka yang berlainan agama, serta jadi perlengkapan buat memecah- belah ataupun penghadapan di warga. Potensi- potensi minus itu yang membuat pemeluk berkeyakinan butuh dimoderasi.
SALAH satu tujuan terutama
Lalu apa berikutnya sehabis cara moderasi sepanjang lebih dari 20 tahun itu? Pastinya merupakan mengangkut serta menyehatkan balik potensi- potensi positif dari agama dengan desain ataupun program berkeyakinan arti ataupun menekankan pandangan rahmatan lil‘ālamīn dari agama. Apa saja contoh- contohnya? Perhatian agama pada area hidup serta hak asas orang, desakan buat hidup bersih serta kegiatan keras, membuat individu yang patuh serta akuntabel.
Terpaut etos kegiatan ini, memo Sukidi dalam“ Max Weber’ s Remarks on Islam: The Protestant Ethic among Mukmin Puritans”( 2006) mengenai kesamaan anutan Calvinisme serta Islam Reformis( Muhammadiyah) di Indonesia dapat jadi ilustrasi. Dengan merujuk pada 4 ajaran Calvinisme, aksi Muhammadiyah sanggup menghasilkan pengikutnya mempunyai etos kegiatan yang besar, patuh, serta hidup simpel. 4 ajaran itu merupakan balik ke Al- Quran serta Perkataan nabi( Back to the scripture); tidak terdapat ikatan ataupun perantara antara orang dengan Tuhan(‘ justification by faith alone’ atau sola fide); rasionalisasi serta menjauhkan dari takhayyul, bid’ ah serta churafat( TBC)(‘ disenchantment of the world’); berlagak hidup simpel serta mengarah dedikasi di bumi ini(‘ inner- worldly asceticism’).
Tidak hanya yang terpaut etos kegiatan, pengurusan religious pilgrimage, darmawisata rohani, religious tourism, serta wizata kunjungan yang lain hendak memperkenalkan khasiat ekonomi yang besar. Tidak hanya haji ke Mekkah serta Madinah yang dicoba satu tahun sekali, umrah dapat berjalan selalu selama tahun. Bila diatur dengan bagus, ini seluruh merupakan kesempatan ekonomi yang besar untuk Indonesia. Dalam situasi pengurusan yang kurang bagus juga, anggaran yang diatur dapat menggapai ratusan triliun rupiah, terlebih bila ini diatur dengan lebih bagus lagi.
Begitu pula dengan ekonomi syariah serta pabrik halal. Bukan cuma negeri Mukmin yang memandang kemampuan bidang usaha serta ekonomi yang besar dari perihal ini, negeri semacam Thailand, Jepang, serta Australia pula melihatnya selaku jelukan profit. Pabrik halal ini apalagi masuk bukan cuma perkara santapan, tetapi pula kosmetik, obat- obatan, serta yang lain.
Viral ikn kini di lanjut atau tidak => https://balanza.click/